Headlines
Loading...

Oleh. Muflihah Leha
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Teman-teman, saya ingin bercerita di balik kebahagiaanku hari ini. MasyaAllah. Di saat hati merasa pasrah, Allah berikan rezeki dari berbagai arah.

Sungguh tercela kesedihan yang membuat kita lemah untuk meraih rida Allah, bahkan membawanya pada keputusasaan dan membenci takdir Allah. Maka, insyaallah kami mencoba untuk selalu tetap sabar dan menerima takdir-Nya.

Alhamdulillah Allah anugerahkan Ais dan Zayyan kepadaku. Keduanya adalah anak yang pengertian, mampu menahan (puasa), dan menahan iri saat yang lain memiliki sesuatu,

Meski Allah juga mengujiku dengan anak pertama yang sungguh luar biasa dalam menguji kesabaran. Namun, aku percaya, ya Allah, Engkau yang memegang ubun-ubunnya.

Kisah tentang Ais

Sebelum Ramadan hampir-hampir semua anak di tempat kami membeli sepeda, meskipun second. Ada sebagian juga yang hanya memperbaikinya karena sudah punya sepeda.

Ais hampir setiap hari merengek meminta sepeda.

"Ka, minta sama Allah, yang Maha Kaya itu Allah," aku berkata lembut kepadanya, berharap dia mengerti.

Dengan polosnya Ais pun menjawab, "Saya sudah minta terus, tapi belum dikabulkan."

Aku pun memberi saran kepadanya, "Minta sama Allah sampai dikabulkan!" 

Sungguh, aku pun tak tahu harus bagaimana. Hati serasa tercabik ketika melihat mereka meminta tetapi kami belum bisa memberikannya. Ketika mereka meminta  kepada Allah dengan sabar, hal itu membuatku untuk kesabarannya pun menuntunku untuk selalu mensyukuri nikmat.
Aku terus berusaha untuk bersyukur dalam setiap waktu dan dalam setiap keadaan.

Singkat cerita, qadarullah ..., aku bertemu dengan saudara yang kebetulan sedang mudik sebentar. Kami bertemu di acara undangan pernikahan. Saat bertemu, pembicaraan berlangsung mengalir apa adanya, bertanya soal anak dan lain hal. Kami sangat bahagia  bisa bertemu saat itu. Aku dan dia masih terhitung kerabat.

Saat ia melihat Ais, ia berucap,
"Hmm ... anakku mah menenge hape." 

"Alhamdulillah, Ais gak main hape," aku menanggapi dengan seulas senyuman. 
"Bagaimana mau main hape, hape cuma satu. Itu pun suka mati-mati hapenya," batinku.
 
Aku bersyukur anak-anakku paham jika setiap meminta sesuatu, mintanya kepada Allah. Terlebih untuk hal-hal yang ibunya tidak bisa memberikannya.

Saudaraku pun berucap, "MasyaAllah."
Aku sedikit termangu, sampai sebegitu herannyakah melihat anak-anak tanpa hape?

Aku pun menuturkan, "Sekarang dia lebih percaya sama Allah. Sebelumnya dia minta sama Allah ingin punya tas, alhamdulillah Allah sudah mengabulkan doanya. Saat ini, dia sedang meminta sama Allah supaya punya sepeda."

"Berapa harga sepeda?" sambarnya.

Saya jawab spontan, "350 ribu yang second."

Dia pun bertanya, "Berarti kalau beli harus dua dong. Zayn sama Ais kan?"

Aku hanya tersenyum, kemudian pamit mau pulang. Seketika dia meminta nomor rekeningku. Aku langsung panik dan bilang, "Ya Allah, saya tidak punya rekening. Dan saya tadi cerita saja, bukan sedang meminta."

"Allah yang telah mengaturnya, aku akan membelikannya," jawab dia dengan entengnya.

Subhanallah. Lahaula wala quwwata illabillahil 'aliyil adzim. Allahu Akbar! Saat itu dia memberikan langsung amplop kepada Ais untuk membeli sepeda, Ais pun menatap ibunya ini yang tiba-tiba saja meneteskan air mata.

"Nak ..., doamu dengan mudahnya dikabulkan sama Allah. Doakan Mama selalu ya, Nak?"

Sungguh Maha Baik Allah. Selalu memberikan rezeki tepat pada waktunya. Ais tampak bahagia dapat memiliki sepeda. Dia bisa bermain bersama teman-temannya di bulan Ramadan.

"Nak, ingat. Kebahagiaan di dunia hanya sementara, ya?" Aku menasihati anak-anakku.

"Iya, yang gak membosankan cuma di surga," jawab mereka selalu.

Ingin Jajan

Anak-anak sekitar biasanya  ramai membeli jajanan menjelang Maghrib. Anak-anakku pun merengek, padahal mereka tahu kalau jualan ayahnya sedang sepi. Meski uang jajannya tak sebesar anak-anak lainnya, kutanamkan pada mereka untuk selalu mensyukuri nikmat berapapun itu.

Waktu pun terus berjalan. Suatu saat mereka  kegirangan karena mau ada acara buka bersama.
"Pasti banyak makanan!" 

Setelah begitu seringnya mereka berdoa kepada Allah, suatu saat mereka mendapatkan banyak sekali jajanan dari sahabat mereka, Nadhira. Masyaallah, satu kantong penuh!

Mereka memakannya menjelang salat tarawih. Alhamdulillah sampai saat ini masih ada sisa. Setiap anak-anak yang lain jajan di sore hari, Ais dan Zayn mengambil stok jajanan yang diberi Nadhira. Jazakillahu khairan, Nadhira.

Pantang Menyerah

Sementara itu, suami tak pernah sekalipun mengeluh. Dia pantang menyerah, terus berikhtiar mencari rezeki. Aku tak pernah bertanya apa dan bagaimana kondisi di luar sana. Khawatir malah membebani. Saat suami pulang berjualan dengan wajah layu, aku langsung faham dan bisa merasakan apa yang beliau rasakan.

Waktu terus berjalan hingga Ramadan pun sampai di penghujungnya. Meski diri ini terus meminta agar Ramadan jangan dulu pergi, mustahil, Ramadan akan tetap meninggalkan kami.

Ya Allah, jangan Engkau biarkan Ramadan ini berlalu sedangkan dosa-dosa masih menempel di tubuhku. Seandainya Ramadan ini ada baunya, betapa wanginya bulan ini, ya Allah. Jangan Engkau biarkan Ramadan kali ini pergi sedangkan aku melewatinya sama saja dengan tahun-tahun yang telah kulewati.

Masih selalu kuingat satu hadis sahih yang kini menjadi renunganku.
"Sesungguhnya di antara dosa-dosa ada yang tidak bisa dihapus (ditebus) dengan pahala salat, sedekah atau haji, tetapi hanya dapat ditebus dengan kesusahpayahan dalam mencari nafkah" (HR at-Thabrani).

Ya Allah, setiap kesusahan suamiku dalam mencari rezeki yang telah Engkau tetapkan untuk kami, kami akan mencoba untuk selalu ikhlas. Kami akan terus berusaha, dan hasilnya Engkau yang menentukan. Kami mohon kepada-Mu semoga dengan sulitnya suamiku mencari nafkah itu akan menggugurkan dosa-dosa kami.
Ya Allah, jangan biarkan kami berputus asa dari rahmat-Mu.

Meski dalam hati aku terus bertanya, dosa apa yang tidak bisa diampuni dengan sedekah dan haji, yang ibadah itu sudah bisa menjamin pelakunya masuk ke dalam surga, jika syarat dan rukunnya telah terpenuhi?
Namun, apa pun ketentuan-Mu, itu pastilah yang terbaik. Karena Engkaulah yang Maha Tahu setiap ciptaan-Mu.

Di saat suami gelisah, aku hanya mampu memberikan semangat. Kegelisahannya rupanya terbawa saat suami menjadi imam salat. Beliau salah raka'at.

Usai salat aku pun bertanya, 
"Apa yang sedang kau pikirkan sehingga terbawa pada saat dan waktu yang tidak tepat?"

"Banyak hal yang kupikirkan" jawabnya pelan.

"Jangan sampai perkara dunia mencemari akhirat," ujarku lemah lembut sambil memijit bahunya.

Tak berapa lama, beliau salat sunah sendirian. Kudengar dari kejauhan, isak tangisnya terdengar jelas.

"Laa tahzan innallaha ma'ana," ucapku pelan.

Skenario Allah Selalu Indah

Suami sedang kebingungan mencari rezeki untuk keperluan membayar zakat fitrah dan membayar bisyarah gurunya anak-anak.  Tiba-tiba, ada chat dari Bu Karina. Mau memesan kue.

"Mbak Leha, jenengan gawe roti sing asin sing jerone brambang goreng po ra? nek gawe aku tuku setoples gelem? Aku kangen karo kue kue. Kemutan oleh 2 wengi kebayang," katanya.

MasyaAllah. Aku tertegun. Niat hati tidak membuat apa pun di tahun ini, tetapi atas wasilah Bu Karina, tawaran darinya langsung kusambut.

Meski tanpa modal, aku yakin Allah pasti akan memberikan jalan. Benar saja. Suami langsung pergi ke luar. Ada kelapa muda di kebun, kutawarkan kepada sahabat. Alhamdulillah dapat uang Rp40 ribu.

Untuk modal membuat kue, mana cukup? 
Waktu tinggal dua hari lagi menuju hari Senin.
Aku ambil jalan pintas, yaitu meminjam uang.  Meski pada awalnya yang dipinjami keberatan, tetapi ketika aku berjanji hari Senin akan dikembalikan, dia luluh. Allhasil, dapat deh uang pinjaman. Alhamdulillah.

Aku lapang saja terhadap sikap temanku yang awalnya menolak memberi pinjaman itu. Karena aku tahu saat-saat susah seperti ini pasti sedang dirasakan oleh semua orang.

MasyaAllah. Sungguh indah skenario Allah, sampai hati ini berbunga-bunga. Ternyata wasilah Bu Karina pesan kue disusul dengan pesanan dari sahabat-sahabatku yang luar biasa. Aku pun bertambah semangat.

Jazakillahu khairan katsiran, Bu Karina, Bu Ely Nadhira⁩, Bu Karso⁩, Bu Gilang dari CV Excellencia⁩, dan para ustazah yang sudah order kue.

Allahku, betapa Maha Baiknya Engkau. Terima kasih telah menghadirkan mereka dalam hidupku..

Sahabat, aku berbagi kebahagiaan di sini dan berucap syukur atas wasilah antunna,  hari ini aku bahagia. Bisa membeli beras untuk fitrah dengan berjualan kue.

MasyaAllah. Sungguh indah skenario Allah. Aku tak pernah khawatir dan selalu yakin, pasti Allah akan memberikan kemudahan. [My]


Baca juga:

0 Comments: