Oleh. Aulia Rahmah
(Kontributor SSCQMedia.Com, Kelompok Penulis Peduli Umat)
SSCQMedia.Com—Pemkot Banda Aceh merevisi aturan larangan bagi tempat hiburan selama bulan suci Ramadan. Jika sebelumnya tempat hiburan seperti biliar, diskotek dan klub malam, hanya boleh beroperasi di malam hari selama bulan Ramadan. Maka, mulai tahun ini, tempat hiburan tersebut boleh buka sepanjang hari, siang dan malam. Jadi tidak ada beda dengan hari-hari biasa di luar Ramadan.
Revisi aturan ini disampaikan oleh Juru Bicara Pemkot Banda Aceh, Tomi Mukhtar, "Setelah mempertimbangkan berbagai masukan serta evaluasi, kami merasa perlu untuk melakukan penyesuaian dalam seruan ini agar dapat lebih tepat sasaran," ujarnya. (viva.co.id, 27-2-2025)
Di DKI pun sama. Mulai tahun ini, Kepala Disparekraf (Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) memberi kelonggaran kepada pengusaha tempat hiburan untuk beroperasi di bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri. Tempat-tempat hiburan di pemukiman elit, hotel bintang 4 dan bintang 5, bebas beroperasi siang malam. Sama dengan hari biasa di luar bulan suci dan Idul Fitri. Padahal, kita tahu bahwa tempat hiburan seperti klub malam, panti pijat dan arena permainan ketangkasan, menjadi ajang kemaksiatan seperti judi, ikhtilat (campur baur laki-laki perempuan diluar ketentuan syariat), zina dan kemaksiatan lainnya.
Apakah dengan pembatasan area operasi tempat hiburan menjamin para pengunjungnya hanya nonmuslim, sedangkan muslim tidak?
Pembatasan jam dan area tempat hiburan di bulan suci Ramadan, menunjukkan pemerintah kurang serius memberantas kemaksiatan. Pemerintah lebih memihak kepada para kapitalis yang menginginkan bisnisnya tetap berjalan meski di bulan Ramadan, bulan suci umat muslim. Itikad untuk menghormati waktu ibadah bagi muslim, tak lagi ada di area-area pemukiman elit dan hotel berbintang.
Bahkan, rasa malu untuk berbuat maksiat di bulan suci ini sedikit demi sedikit dikikis habis. Padahal, kewajiban taat syariat tak terbatas waktu dan tempat. Kemaksiatan adalah sumber kerusakan, seharusnya penguasa tidak boleh tebang pilih dalam upaya pemberantasannya. Judi, zina, dan kemaksiatan lainnya merusak kehidupan, bagi muslim maupun nonmuslim.
Inilah upaya sekularisasi. Penguasa dengan segala upaya mencari keuntungan dunia. Materi yang melimpah, mungkin juga pujian dari orang kafir. Akibatnya, penguasa lalai dengan amanahnya, yakni untuk menjaga agama dan melindungi umat dari kemaksiatan. Jika penguasa terlena dengan kehidupan dunia, maka sudah barang tentu rakyat di bawah pun begitu.
Bulan suci yang seharusnya digunakan untuk beribadah memohon keselamatan di dunia dan akhirat, tak dilakukan. Hal ini sangatlah dicela Allah. Sebagaimana Firman-Nya, "Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka berzikirlah kepada Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu, bahkan berzikirlah lebih dari itu. Maka diantara manusia ada yang berdoa, "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia," dan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun. (QS. Al Baqarah:200).
Keberpihakan kepada gaya hidup liberal, menunjukkan gagalnya sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini. Pandangan tentang makna kebahagiaan yang sebatas terpenuhinya kebutuhan materi adalah pandangan yang sempit dan dicela Allah.
Dengan aturan Islam, Allah hendak mengekalkan kebahagiaan yang dirasakan manusia di dunia hingga nanti di akhirat. Namun, penerapan pola pendidikan sekuler menghasilkan manusia-manusia yang lebih memilih dunia dan mengorbankan kebahagiannya di akhirat. Na'udzubillahi min dzalik.
Upaya sekularisasi yang merugikan umat, akan terus berlangsung selama syariat Islam kaffah dalam naungan Kh1l4f4h belum tegak. Sebab, kemaksiatan akan terus merajalela, hukum sulit ditegakkan. Sanksi yang diberlakukan, tak menjerakan. Kemaksiatan hanya dapat diberantas dengan hukum yang tegas, aparat penegak yang bertakwa dan sistem sanksi yang menjerakan. Dan hal ini akan terwujud dengan Islam dan Kh1l4f4h.
Jaminan kemaksiatan akan tuntas diberantas, ketika Islam ditegakkan secara sempurna. Pasalnya, Islam menganggap kemaksiatan adalah bagian dari pelanggaran dan menyalahi syariat. Negara akan menutup celah terbukanya praktik-praktik kemaksiatan. Tidak memandang waktu dan tempat. Dan memberi sanksi bagi siapa saja yang melanggar.
Negara juga akan menegakkan sistem ekonomi Islam yang akan menjamin kesejahteraan tiap individu rakyatnya. Sumber Daya Alam (SDA), akan dikelola secara mandiri demi menyempurnakan pelayanan terbaik negara kepada rakyat. Jika kesejahteraan terwujud, umat pun akan berpikir ulang saat memilih pekerjaan dan membuka usaha, apakah sesuai Islam atau tidak. Jika tidak umat pun takut melakukannya mengingat hukuman berat yang akan dijatuhkan oleh negara.
Negara juga akan melangsungkan pendidikan dengan berbasis akidah Islam. Dengan pendidikan Islam, akan lahir generasi yang patuh pada syariat, kuat iman dan takwanya. Mereka akan selektif dalam memilih hiburan, mana yang boleh dan tidak. Apalagi di bulan suci, kesempatan emas berburu lailatul qadar jangan sampai terlupakan dengan hiburan yang sia-sia. Wallahu a'lam. [US]
Baca juga:

0 Comments: